Gerakan #IndonesiaTanpaPacaran atau ITP adalah suatu gerakan di media social yang didirikan pada tanggal 7 September 2015 oleh Laode Munafar seorang penulis yg didasarkan pada keperihatinan beliau terhadap generasi muda Indonesia yang kian terjerumus pada pergaulan bebas yang salah satu pemicu utamanya adalah budaya Pacaran anak muda yang kian bebas dan memperihatinkan..Gerakan ini bertujuan menyadarkan generasi muda Indonesia akan bahayanya pacaran dipandang dari segi apapun. Baik dari segi agama, ekonomi, pendidikan, social dan budaya. Gerakan ini umumnya dikampanyakan di media social dan beberapa agenda lainnya seperti talkshwo atau ceramah online.
Terlepas dari pro-kontra terkait gerakan ini,menurut saya ada hal menarik yang perlu dibahas tentang gerakan Indonesia Tanpa Pacaran ini.
Ada satu pepatah yang mengatakan, “Semakin tinggi suatu pohon, semakin besar pula angin yang menimpanya” pepatah inilah menururt saya yg menggambarkan keadaan gerakan yang di gagas oleh La Ode Munafar ini. Mulai dari tulisan di Tirto yang menuding gerakan ini adalah gerakan yang hanya memperkaya Penggagasnya dengan produk2 yang dijualnya hingga gerakan yang dituding sebagai gerakan yang menghalangi kebebasan berekspresi anak muda. Bahkan menurut kelompok yang anti terhadap gerakan ini, gerakan ini dianggap sebagai gerakan islamisasi atau mungkin lebih tepatnya disebut arabisasi Indonesia, karena sering kita dengar teman2 yang anti dengan gerakan ini menyebut pendukung gerakan ini dengan sebutan “Sobat gurun”
Namun yang hangat belakangan ini adalah tudingan dari seorang politikus muda bahwa gerakan ini adalah gerakan “Kering” dan nggk masuk akal “masa sih lu ngelarang orang buat jatuh cinta, sedangkan cinta adalah anugrah Tuhan” begitu cetusnya dalah sebuah video wawancara di salah satu akun youtube. Ia beranggapan bahwa nggk mungkin lo menikah tanpa pacaran, karena pacaran itu cara lo buat mengenal pasangan lo.
Terlepas dari tanggapan yang kontroversial itu, mungkin ada ratusan bahkan ribuan bantahan yang dibuat oleh para aktivis Anti pacaran di media2 sosial untuk membantah anggapan itu.
Namun kali ini saya tidak ingin membahas hal itu, kali ini saya ingin mengupas bagaimana effect gerakan ini yang menurut saya sanagat menarik untuk di bahas secara khusus.
Satu efek yang sanagat jelas terlihat dari gerakan ini meski gerakan ini bukanlah gerakan politik adalah adanya kecenderungan atau bahkan sudah terjadi yakni bersatunya para aktivis dakwah dalam gerakan ini. Khususnya dimedia social, gerakan ini benar2 sanagat terasa membuat para aktivis dakwah media social bersatu dan satu suara dalam mendukung gerakan ini.
Jauh berbeda misalnya dengan gerakan lainnya di medsos, gerakan ini sanagat positif dan didukung penuh oleh para aktivis dakwah. Khususnya aktivis dakwah media social.
Tidak hanya itu, Para Ustadz kondang yang sering muncul di media sosialpun satu suara mendukung gerakan ini. Dari NU yang diwakili oleh Ustadz Abdul Somad misalnya, Atau Ustadz Adi Hidayat dari Muhammadiyah, atau Ustadz Kahlid Basalamah dari teman2 salafy, atau bahkan Ustadz Felix siauw salah satu Ustadz yang paling banyak folowersnya di media social. Atau mungkin Ustadz Hanan Attaki yang identik dengan ustadz gaul yang sekarang sedang di gandrungi milenial.
Kalau kita bandingkan dengan isu politik misalnya, seringkali para Aktivis dakwah berbeda pendapat soal itu. Namun pada gerakan ini para aktivis dakwah begitu solid dan satu suara.
Suatu hal yang positif menurut saya, saat akhir2 ini seringkali yang terlihat dimedia social malah perdebatan tentang perbedaan pendapat dari para aktivis dakwah. Namun pada satu titik mereka satu suara.
Satu hal lagi yang menarik menurut saya dari pernyataan seorang plitikus muda itu dalam vidio wawancara di youtub tsb. “jangan sampai deh ya, gerakan ini dibawa diparelemen bisa kacau nanti”. Suatu pernyataan yang justru memicu pikiran aktivis anti pacaran untuk berfikir “gimana kalo kita wujudkan aja kata2 itu, kita usulkan ini jadi RUU”
Hal yang menarik lainnya adalah salah satu pengalaman saya dalam menggunakan media social, dimana saya adalah salah satu follower dari akun resmi gerakan Indonesia Tanpa Pacaran. Saya ingat pada tahun 2016 lalu ketika ada acara aksi 212, ketika itu akun ITP (singkatan dari Indonesia Tanpa Pacaran) mengupload foto aksi itu, saya perhatikan kolom komentar, ada sebagian nitizin yang menjadi folowernya berkomentar “jangan sampai gerakan ini bernuansa politik dong” kira2 seperti itulah pernyataan yang saya tangkap dari komentar nitizen.
Hal tersebut sekarang justru menjadi kontradiksi ketika yang menolak gerakan tersebut malah seorang politikus.
Artinya ada satu pihak bahkan kelompok yang tidak suka dengan gerakan ini, terbukti dari beragamnya pendapat nitizen dikolom komentar misalnya.
Memang mungkin saja pernyataannya itu hanya pendapat pribadinya, bukan bagian dari pandangan politik. Akan tetapi bagi saya, itu sulit dipercaya karna dalam politik semua sudh diatur, dan tidak mungkin itu disebar tanpa pertimbangan yang matang. Tentunya untuk kepentingan politik yang bersangkutan.
Terakhir mungkin analisa dari saya.
Saya melihat adanya polarisaasi nitizen soal gerakan ini.
Dan polarisasi itu punya hubungan dengan isu2 lainnya. Seperti isu penghapusan Perda syariah, pernikahan beda agama,atau mungkin polarisasi politik. Namun terkait masalah ini, belum bisa saya buktikan karena masih kurangnya data terkait masalah ini.
Saya pribadi melihat pro-kontra tentang masalah ini seolah menjadi perang opini antara aktivis dakwah dengan kelompok sekuler, bahkan kelompok anti islam.
Satu harapan dari saya, semoga gerakan ini menjadi gambaran dan motivasi bagi para aktivis dakwah untuk bersatu dan mengesampingkan perbedaan. Karena tentunya ada masalah2 urgen yeng menuntut untuk kita bersatu.
Jika para penentang syariat saja bersatu kenapa kita harus terpecah belah?
Salam damai !! @Aziz_lintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar