Suatu hari saya tidak
sengaja mendengar curhatan teman ibu saya sesama pedagang di pasar. Katanya,
beliau punya kerabat yang dicari-cari petugas BPJS Kesehatan, layaknya
depkolektor yang memburu orang yang berhutang.
Yang membuat miris,
kerabat belia ini, katanya punya dua anak, dan suaminya baru meninggal,
sedangkan semua anggota keluarganya terdaftar sebagai peserta pengguna BPJS
Kesehatan.
Sebelum suaminya
meninggal, memang tidak ada masalah dengan keluarga ini, karena penghasilan
suaminya terbilang cukup untuk membayar tagihan bulanan BPJS, tetapi takdir
berkata lain, ketika suaminya meninggal, penghasilan keluarganya juga turun
drastis, sehingga ia tidak mampu lagi untuk membayar iuran bulanan BPJS tersebut.
Singkat cerita,
dikabarkan, beliau dalam beberapa bulan terpaksa menunggak pembayaran BPJS, dan
tentunya secara aturan, itu juga akan membuat denda (karena menunggak
pembayaran) menjadi terus membengkak, walaupun layanan BPJSnya tidak pernah
digunakan. (ambyar kan?).
Mau berhenti jadi
pengguna BPJS, katanya nggak bisa, (aturan hukumnya bilang, kalo sudah
mendaftar nggak bisa keluar). Persis kayak gabung anggota komplotan gank motor
di sinetron SCTV.
Miris sekali saya
mendengar cerita ini, belum lagi iuran BPJS akhir-akhir ini kabarnya tarifnya
sering dinaikkan. (kayak cita-cita Pak Jokowi tentang ekonomi Indonesia. “meroket”). Wkwkwk
BPJS
Kesehatan Itu Bukan Gotong Royong
Setau saya, dalam
prinsip gotong royong itu, peserta secara suka
rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi tercapainya kepentingan
bersama, bahu-membahu saling membantu sesuai kemampuan masing-masing,
tolong-menolong agar tercipta suatu masyarakat yang sejahtera dan harmonis.
Tapi dalam banyak
kasus, BPJS ini bukan lagi wadah gotong royong, tapi bak bagai malaikat maut
yang siap mencabut nyawa masyrakat, dengan modal iming-iming seles yang jago merayu, akhirnya banyak
masyarakat yang trjebak dalam jerat ‘hutang
seumur hidup’, atas nama jaminan kesehatan.
Masyarakat
Sudah Putus Asa
Membicarakan tentang
permasalahan kesehatan indonesia memang tidak ada ujungnya, dari mulai biaya
kuliah kesehatan yang mahal, fasilitas kesehatan yang belum merata disetiap daerah,
sampai yang sedang hangat-hangatnya saat ini, yakni pengadaan jaminan kesehatan
bagi rakyat (BPJS) yang makin hari, makin memperihatinkan.
Tapi bagi kita rakyat
kecil, itu rasa-rasanya nggak ada gunanya, mau kita ngomong sampai berbusapun
nggak ada tanggapan, jangankan kita rakyat kecil, suara DPR pun nggak ngaruh, bahkan,
putusan Mahkamah Agung yang membatalkan keputusan Pemerintah tentang kenaikan
iuran BPJS, nggak ngaruh!. (mau apalagi cobak, wong pemerintah udah tutup
telinga, tutup mata) nggak ada harapan
ferguso !!
Pembahasan seecara
politis sudah mentok, secara hukum juga sudah mentok, dan tetep saja nggak ada
kabar positif, terus mau kemana lagi rakyatmu ini mencurahkan isi hatinya
pak...? (masa mau ke Mamah Dedeh?).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar