Senin, 18 Mei 2020

Gelar “Haji” Bagi Orang Yang Sudah Melaksanakan Ibadah Haji Itu ‘Norak’!!


 Bagi orang Lombok, panggilan ‘Amaq’ atau ‘Bapak’ untuk memanggil seorang ayah, bukan hanya soal komparasi antara bahasa sasak dan bahasa indonesia, melainkan sebuah gambaran ‘status sosial’ suatu keluarga didalam masyarakat.

( gambar hanya pemanis )

Biasanya, ‘Amaq’ adalah panggilan seorang anak kepada ayahnya dari kasta petani dan buruh. Sedangkan panggilan ‘Bapak’ biasanya digunakan oleh kalangan orang-orang terpandang, seperti para pegawai pemerintah, atau tokoh masyarakat.

Kaitannya dengan penggunaan gelar ‘Haji’, (bagi orang yang sudah melaksanakan ibadah haji), jika seorang ‘Amaq’ sudah berhaji, dan resmi menyandang gelar haji, maka secara otomatis, dia yang sebelumnya hanyalah seorang ‘amaq’, resmi juga menjadi ‘bapak’.  Namanya bukan “amaq tuan” (amaq haji) , tapi “bapak tuan” alias "bapak haji". Ini secara khusus, untuk orang lombok lho ya,, nggak tau deh kalo daerah lain.

Bagi sebagian masyarakat, penambahan gelar ‘Haji’ dibelakang nama dan perubahan panggilan dari ‘amaq’ menjadi ‘bapak’, merupakan sesuatu yang sangat sakral. Kalo dia sudah haji, lalu kita panggil dia ‘amaq’ bisa-bisa dia nggak mau noleh, ya,, namanya juga udah mendarah daging. Seolah-olah ibadah haji Bukan lagi murni untuk mencari haji yang mabrur tapi juga merembet pada ritual penambahan nama dan peningkatan status sosial. Kan jadi ambyar tuh...

Gelar Haji Merupakan Siasat Penjajah Belanda Untuk Menandai Tokoh Yang Berpotensi Menggoyah Pemerintahan Kolonial

“Hah,,, baru tau saya?”
Bagi orang-orang yang berfikiran sempit dan malas membaca, pasti kaget kalo kita kasih tau gelar haji itu sebenarnya cuman siasat Penjajah Belanda untuk menandai tokoh-tokoh yang berpotensi menggoyah pemerintahan kolonial.

Sejak zaman dahulu pemerintah kolonial belanda, telah menyadari kekuatan yang dimiliki umat islam begitu besar. Jika itu semua dapat digerakkan dengan maksimal, habislah kekuasaan mereka.

Intinya, yang mereka harus matikan adalah para tokoh-tokoh masyarakatnya (orang-orang yang didengar oleh masyarakat). Karena kalo mereka tidak diawasi, mereka berpotensi menggerakkan masa, dan mengganggu stabilitas kemanan negara pada masa itu.

Karena kebanyakan orang-orang yang mampu berhaji pada masa itu adalah mereka yang punya potensi seperti diatas, maka oleh sebab itulah, sebagai penanda, mereka di beri gelar ‘Haji’ dibelkang namanya, supaya mereka bisa mudah dipantau.

Kalo tiba-tiba ada suatu kelompok melakukan pemberontakan, tinggal disingkirkan tokoh masyaraknya yang sudah berhaji, maka secara otomatis, habis lah kelompok itu, karena tokohnya sudah dihentikan.

Gelar ‘Haji’ Itu Bid’ah (eh, jangan sensi dulu.....)

Penambahan gelar ‘haji’ bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji adalah suatu hal yang mengada-ada dalam agama, karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, tidak pernah dicontohkan oleh Para Sahabat nabi, Tidak pernah diajarkan oleh para imam mazhab, bahkan, tidak pernah diajarkan oleh wali songo, (yang notabennya merupakan ulama yang menyebarkan agama islam di Nusantara). Sehngga, bisa dibilang ini adalah perkara yang diada-adakan, alias ‘bid’ah’.

Bahkan, walaupun ditinjau dari aspek budaya, ini juga bukan budaya indonesia. Ini sebenarnya, warisan penjajah kolonial!. Jadi ini bukan budaya indonesia !. ini budaya barat !. mau dibilang ‘pengikut budaya barat?’

Padahal kalo dipikir-pikir, nggak ada tuh ketentuan menambahkan gelar dibelakang nama jika seseorang pernah melaksanakan suatu ibadah tertentu.

Hanya karena bapak A sudah melaksanakan ibadah haji, lantas dia diberi gelar haji dibelakang namanya. Berubahlah ia jadi “H. A” (Haji A). Sedangkan ibadah-ibadah yang lain, nggak kyak gitu tuh.

Misalkan nih, saya sudah melaksanakan ibadah sholat, nggak ada tuh yang manggil saya “S. Aziz” (Sholat Aziz), saya sudah melaksanakan Ibadah Puasa, nggak ada tuh yang manggil saya “P. Aziz” (Puasa Aziz). Wkwkwk,,, kan jadi lucu

Oke deh kalo ada yang bilang “kan itu khusus untuk ibadah haji, karena perintahnya sekali seumur hidup”. lah justru kalo pola pikirnya seperti itu, harusnya ibadah-ibadah yang lebih wajib untuk dilaksankan, lebih diperhatikan.

“kan itu khusus untuk ibadah haji, karena biayanya besar” . lah lu kira biaya zakat juga nggak besar, biaya jihad nggak besar?. Orang yang berjihad aja, kita sebut “Syuhada” jika dia telah gugur dimedan juang, itupun nggak di tambahin tuh, gelar “S” dibelakang nama dibatu nisannya.

Galar Haji Hanya Ada di Indonesia

Orang Arab Saudi aja, yang rumahnya depan Ka’bah, nggak ada tuh yang dipanggil Pak Haji, padahal mereka bisa haji tiap tahun, kalo mereka mau. Muhammad bin Salman (raja saudi) aja nggak ada tuh yang manggil beliau H. Muhammad bin Salman.

Paul Pogba aja, (orang perancis, pemain bola dari club Manchester United) yang sering melaksanakan ibadah haji, nggak ada tuh tambahan gelar Haji dinama yang ada di Jersinya. 
( source : jawapos.com )

Padahal kalo seandainya ditambahin, terus jadi “H. Pogba”  wah,,, keren banget kayaknya, bisa jadi headline berita internasional, “sudah melaksanakan ibadah haji, nama di jersi Paul Pogba di tambahkan H”. wkwkwk,, ambyar.. !

Tulisan Ini Bukan Sentimen

“katakanlah kebenaran, walaupun itu pahit”
Sebagai penutup, perlu rasanya untuk saya sampaikan, bahwa tulisan ini semata-mata saya buat sebagai media menyampaikan keresahan saja, bukan didasarkan sentimen, atau kebencian kepada ‘Bapak Haji atau Ibu Hajjah’. Karena seringkali dalam banyak penglaman, seolah-olah bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji, lebih mengutamakan kenaikan status sosial karena gelar hajinya, daripada kenaikan ketakwaannya kepada Allah SWT. Kan nanti takutnya ibadah yang sudah dilaksankan dengan banyak pengorbanan harta dan tenaga jatuh pada ria’ (ngeri kan?).

Kan sekarang, yang banyak jadi jargon kampanye di pemiilu itu ‘nasionalis-religius’  tuh, maka oleh sebab itulah kita tunjukkan nasionalisme kita dengan menjunjung budaya indonesia, bukan malah melestarikan budaya pemerintah kolonial belanda. Kita sama-sama tunjukkan religius kita dengan mengikuti ketentuan yang sesuai dengan perintah Nabi dan para Ulama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Populer

INDONESIA TANPA PACARAN, GERAKAN PEMERSATU AKTIVIS DAKWAH

- INDONESIA TANPA PACARAN, GERAKAN PEMERSATU AKTIVIS DAKWAH Gerakan #IndonesiaTanpaPacaran atau ITP adalah suatu gerakan di media social y...