Minggu, 31 Mei 2020

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PEMULIAAN TERNAK (Identifikasi Genetik Ternak)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PEMULIAAN TERNAK (Identifikasi Genetik Ternak) DI KELOMPOK TERNAK BINA INSAN DUSUN RANJOK BARU DESA RANJOK KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT




DISUSUN OLEH:
AZIZ LINTANG GUMILAR
(B1D018046)


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
20
20

******

KATA PENGANTAR


Assalamulaikum wr..wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kita taufiq, hidayah, karunia serta nikmat kesempatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak (Sapi) yang dilaksanakan selama satu minggu mulai tanggal 9 Maret s/d 15 Maret 2020 di Kelompok Ternak Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.
Laporan praktikum ini berisi tentang kegiatan praktikum yang telah kami laksanakan. Penyusunan laporan ini dilakukan untuk melengkapi tugas praktikum sebagai syarat kelulusan dari Mata Kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      1). Semua Dosen pengajar Mata Kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak yang telah membekali kami dengan ilmu pengetahuan Ilmu Pemuliaan Ternak, guna untuk diterapkan dalam praktikum.
2.      2). Semua peternak yang ada di Kelompok Ternak Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, yang telah memberikan kami kesempatan untuk melaksanakan praktikum.
3.      3). Semua rekan-rekan yang telah membantu pelaksanaan praktikum ini sampai selesai.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini mungkin ada kekeliruan atau kesalahan yang tidak sengaja kami lakukan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kosntruktif demi kesempurnaan dari laporan ini.

***

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pemuliaan Ternak merupakan salah satu pengetahuan yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana ternak hidup dengan memperhatikan kualitas mutu genetik, caranya adalah dengan seleksi dan sistem persilangan. Sifat yang diwariskan dari induk dan pejantan kepada turunannya meliputi sifat kuantitatif dan kualitatif. Sifat kuantitatif adalah sifat atau karakter pada individu yang dapat diukur dan ditimbang. Sifat ini diexpresikan oleh banyak gen yang bersifat aditif dan pada penampilannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa sifat yang diwariskan dari tetua ke generasi anak antara lain, berat telur, indeks telur dan warna kulit telur.
Pengetahuan tentang umur pada suatu peternakan sapi mempunyai arti penting, karena berhubungan dengan biaya dan waktu hewan tersebut masih bisa dipelihara. Penafsiran umur ini dapat dilihat menggunakan metode pengamatan pada pergantian dan keterasahan gigi seri, wawancara dengan pemillik ternak, recording, mengamati saat jatuhnya tali pusar, dan munculnya cincin tanduk serta melihat pertumbuhan bulu dan tingkah lakunya.
Untuk menilai ternak diantaranya  harus mengenal  bagian-bagian dari tubuh sapi serta konformasi tubuh yang ideal. Ternak yang dinilai harus sehat dan baik sesuai dengan jenis bangsanya,  baik ukuran tubuhnya, seluruh bagian tubuh harus berpadu dengan rata, harus feminin dan tidak kasar. Dengan demikian, maka kita dapat menentukan perbandingan antara kondisi sapi yang ideal dengan kondisi sapi yang akan kita nilai. Bagian-bagian tubuh sapi yang mendekati kondisi ideal dapat menunjang produksi  yang akan dihasilkannya.

1.2Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui genetika sapi-sapi yang ada di peternakan tradisional khususnya di Kelompok Ternak Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.



1.3  KegunaanPraktikum
Agar mahasiswa dapatmengetahui genetika sapi-sapi yang ada di peternakan tradisional tepatnya di Kelompok Ternak Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.

          BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sapi Bali
Dinamakan Sapi Bali karena memang penyebaran populasi bangsa sapi ini terdapat di pulau bali. Sapi Bali (Bos sondacius) adalah salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia, yang merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) yang telah mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM, sapi bali asli memiliki karakteristik sama dengan banteng. Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese Cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos Javanicus, meskipun sapi bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos Taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan Sapi Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos (Payne dan Rollinson, 1973).

2.2 Klasifikasi Taksonomi Sapi Bali
Menurut Blakely dan Bade (1992), Romans et al. (1994) sapi bali mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Phylum                 : Chordata
Subphylum           : Vertebrata
Class                     : Mamalia
Sub class              : Theria
Infra class             : Eutheria
Ordo                     : Artiodactyla
Sub ordo              : Ruminantia
Infra ordo             : Pecora
Famili                   : Bovidae
Genus                   : Bos (cattle)
Group                   : Taurinae
Spesies                 : Bos sondacius (banteng/sapi bali)


2.3 Ciri Sapi Bali
Menurut Murtijdo (1990), secara fisik, sapi bali mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Warna bulu pada badannya akan berubah sesuai usia dan jenis kelaminnya, sehingga termasuk hewan dimorprhism-sex. Pada saat masih pedet, bulu badannya berwarna merah bata sampai kemerahan, setelah dewasa sapi jantan akan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi bali betina. Warna bulu sapi jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata kembali apabila sapi jantan itu dikebiri, yang disebabkan pengaruh hormon testosterone.
b)      Kaki di bawah persendian telapak kaki depan (articulo carpo metacarpeae) dan persendian telapak kaki belakang (articulation tarco metatarseae) berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Warna bulu putih juga dijumpai padabibir atas/bawah, ujung ekor dan tepi daun telinga. Kadang-kadang bulu putih terdapat di antara bulu yang coklat (bintik-bintik putih) yang merupakan kekecualian atau penyimpangan yang ditemukan sekitar kurang dari 1%. Bulu sapi bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap.
c)      Ukuran badan berukuran sedang dan bentuk badan memanjang.
d)     Badan padat dengan dada yang dalam.
e)      Tidak berpunuk dan seolah-olah tidak bergelambir.
f)       Pada tengah-tengah (median) punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.
g)      Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam.
h)      Tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina tumbuh ke bagian dalam.

2.4 Pola Warna Menyimpang pada Sapi Bali
Di sampingpolawarna yang umumdanstandar, padasapibalijugaditemukanbeberapapolawarna yang menyimpangsepertidikemukakanHardjosubrotodanAstuti (1993), yaitu:
a.       Sapi injin adalah sapi bali yang warna bulu tubuhnya hitam sejak kecil, warna bulu telinga bagian dalam juga hitam, pada yang jantan sekalipun dikebiri tidak terjadi perubahan warna.
b.      Sapi mores adalah sapi bali yang semestinya pada bagian bawah tubuh berwarna putih tetapi ada warna hitam atau merah pada bagian bawah tersebut.
c.       Sapi tutul adalah sapi bali yang bertutul-tutul putih pada bagian tubuhnya.
d.      Sapi bang adalah sapi bali yang kaos putih pada kakinya berwarna merah.
e.       Sapi panjut adalah sapi bali yang ujung ekornya berwarna putih.
f.       Sapi cundang adalah sapi bali yang di dahinya berwarna putih.

2.5 Keunggulan Sapi Bali
Kelebihan dan Keunggulan sapi bali terlihat pada hidupnya yaitu tahan terhadap cuaca yang panas dan mudah dikendalikan  serta jinak. Ternak sapi bali masih bisa hidup walaupun hanya dengan memakan rumput yang kurang bergizi, sapi bali juga tidak terlalu selektif terhadap makanan, dan mempunyai daya cerna makanan serat yang sangat baik. Kelebihan sapi bali yang sangat mencolok yaitu kemampuannya dalam beradaptasi/hidup dengan baik meskipun pada keadaaan lingkungan dan juga kondisi lingkungan yang kurang baik.
Sapi bali termasuk ternak sapi potong andalan Indonesia. Sapi bali mempunyai persentase karkas yang tinggi dan lemaknya sedikit, perbandingan daging dan tulangnya sangat rendah. Dilihat dari segi produksi karkas, ternak sapi bali mempunyai persentase karkas yang sangat tinggi dari pada ternak sapi lainnya. Untuk Persentase karkas sapi bali berkisar 56 sampai 57%. (Habaloen.com,2017)

***
BAB III
METODE PENGAMATAN

3.1    Waktu dan Tempat
3.1.1   Waktu Praktikum
Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak ini dilaksanakan dari Hari Senin sampai Ahad tepatnya dari tanggal 9 s/d 15 Maret 2020.
3.1.2   Tempat Praktikum
Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.
3.2    Materi Praktikum
3.2.1   Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini adalah :
1.      Pita Ukur
2.      Tongkat Ukur
3.      Alat tulis
4.      Koisioner
3.2.2   Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini adalah :
1.      Peternak
2.      Kandang Ternak
3.      Ternak (sapi)

3.3 Metode praktikum

Adapun metode yang di gunakan dalam praktikum pemuliaan dan ternak ini adalah :

1.Tahap I          : Pengunjungan lokasi tempat praktikum sekaligus perkenalan kepada     peternak.
2.Tahap II         : Wawancara terhadap peternak selaku responden sekaligus pengamatan    terhadap ternak yang meliputi :sex,umur,panjang badan,tinggi badan,lingkar dada,kondisi tubuh,kehalusan bulu,kondisi mata,pengukuran luas kandang,serta pengukuran tempat makan dan minum.
3.Tahap III       : Pengamatan umur ternak melalui pengamatan berapa jumlah gigi seri yangtumbuh.
4.Tahap IV       : Melakukan pengukuran dan perhitungan pada ternak yang meliputi : tinggi pinggul dengan menggunakan tongkat ukur,
5.Tahap V         : Melakukan pengamatan eksternal diantaranya warna bulu, warna pantat dan  garis belut.
6.Tahap VI       : Pemberian cindra mata kepada peternak sebagai tanda ucapan terima kasih.

3.4 Variabel Yang Diamati

Adapun variabel yang di amati dalam praktikum pemuliaan ternak ini adalah :

1.      Jenis kelamin ternak.
2.      Indukan Ternak.
3.      Keadaan ternak (normal/abnormal)
4.      Tampilan ternak (warna bulu, dll.)
5.      Lingkar Dada
6.      Tinggi Gumba
7.      Panjang Badan






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum
4.1.1. Tabel Pengamatan (Tabel 1)
SAPI
SEX
ESTIMASI UMUR
WARNA
PANJANG BADAN (M)
LINGKAR DADA (M)
TINGGI BADAN (M)
ESTIMASI BERAT (Kg)
(Rumus Schoorl Denmark)
(Rumus Winter Eropa)
(Rumus Winter Indonesia)
1
Betina
I0
Merah Bata
1,54
0,96
1,13
139,24
132,6283057
131,2292479
2
Betina
I2
Merah Bata
1,62
1,03
1,2
156,25
160,606271
158,9120817
3
Betina
I3
Merah Bata
1,63
1,18
1,3
196
212,0921788
209,8548795
4
Betina
I2
Merah Bata
1,55
0,98
1,14
144
139,1095303
137,6421039
5
Betina
I3
Merah Bata
1,71
1,25
1,42
216,09
249,6831134
247,0492781
6
Betina
I3
Merah Bata
1,7
1,23
1,47
210,25
240,343388
237,8080748
7
Betina
I2
Merah Bata
1,66
1,2
1,32
201,64
223,3796544
221,0232868
8
Betina
I2
Merah Bata
1,65
1,2
1,42
201,64
222,0339939
219,6918212
9
Betina
I3
Merah Bata
1,75
1,3
1,53
231,04
276,3743842
273,4589904
10
Betina
I2
Merah Bata
1,58
0,98
1,16
144
141,8019728
140,3061446
11
Jantan
I0
Merah Bata
1,53
0,8
0,95
104,04
91,50491868
90,53965964
12
Jantan
I0
Merah Bata
1,58
1
1,17
148,84
147,648868
146,0913626
13
Betina
I2
Merah Bata
1,53
0,95
1,12
136,89
129,036233
127,6750669
14
Jantan
I0
Merah Bata
1,52
0,93
1,1
132,25
122,8520816
121,5561504
15
Jantan
I0
Merah Bata
1,53
0,8
0,95
104,04
91,50491868
90,53965964
Rata-rata
1,605333
1,052667
1,22533
164,414
172,0399875
170,2251872


4.1.2. Tabel Pengamatan Genetis (Tabel 2)
No
Sapi Bali

Sapi Hasil Persilangan
Jantan
Betina

Jantan
Betina
I0
12
I0
12
13
I1
12
I1
12
n
an
n
an
n
an
n
an

jntn
war
jntn
war
jntn
war
jntn
war
1




+












2






+










3








+








4






+










5








+








6








+








7






+










8






+










9








+








10






+










11
+
















12
+
















13




+












14
+
















15
+

















Keterangan :
n
: Normal (sesuai warna sapi bali = merah bata)
an
: abnormal (tidak sesuai warna sapi bali = merah bata)
War
: warna
I0,I1,I2...
: Estimasi usia ternak
jntn
: jenis pejantan


4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan kami di peternakan Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, diketahui bahwa sapi berjumlah 15 ekor, dimana 11 ekor berkelamin jantan dan 4 ekor berkelamin betina.
Dari pemangamatan tersebut juga dketahui bahwa, jenis sapi yang dipelihara di peternakan peternakan Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, adalah hanya jenis sapi bali saja. Karena tidak kami temukan keadaan genetis yang berbeda (dari sapi bali) pada semua ternak yang ada.
Warna yang kami dapati dari semua sapi hampir semuanya sama, yakni merah bata, dengan kaki berwarna putih seperti kaos kaki. Dari segi bobot badan pun tidak ada yang benar-benar mencolok, semuanya masih dalam standar bobot badan sapi bali.

Tabel Rataan persentase Kelahiran, Kematian dan calf crop Beberapa Sapi Potong di Indonesia (Tabel 3)
Bangsa
Kelahiran
Kematian
Calf crop
Brahman
Brahman cross
Ongole
Lokal cross
Bali
50,71
47,76
51,04
62,47
52,15a
10,35
5,58
4,13
1,62
2,64b
48,80
45,87
48,53
62,02
51,40c
(Sumber : Sumadi, (1985) aDarmadja, (1980)bSutan, (1988)cPane, (1989))
Trikesowo et al. (1993) menyatakan bahwa yang termasuk dalam komponen produktivitas sapi potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan bobot badan.
Berdasarkan Tabel 2.4.1. dapat dilihat bahwa sapi bali memperlihatkan persentase kelahiran (52,15%) lebih tinggi di banding dengan sapi Brahman (50,71%), Brahman cross (47,76%) dan sapi Ongole (51,04%) kecuali Lokal cross (Lx) (62,47%), demikian pula calf crop sapi bali (51,40%) lebih tinggi dibanding sapi Brahman (48,80%), Brahman cross (45,87%) dan sapi Ongole (48,53%) kecuali Lokal cross sebesar (62,02%) serta persentase kematian yang rendah. Hal tersebut dapat memberi gambaran bahwa produktivitas sapi bali sebagai sapi asli Indonesia masih tinggi, namun jika dibandingkan dengan sapi asal Australia masih tergolong rendah yakni calf crop-nya dapat mencapai 85 % (Trikesowo et al., 1993).
Secara teoritis memang memlihara sapi bali tanpa cros memang tidak lah terlalu menguntungkan untuk peternak, namun berdasarkan wawancara dengan peternak dilapangan (di peternakan Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat), peternak beralasan mereka hanya memelihara sapi bali tanpa cros (persilangan) karena menurut mereka sapi bali mudah untuk mendapatkan bibitnya,  tidak membutuhkan pakan yang terlalu banyak, dan perawatannya tidak terlalu menuntut.
Para peternak di peternakan Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, beralasan seperti itu memang bisa dimaklumi karena hampir semua peternak disana beternak hanya sebagai pekerjaan sampingan, sehingga mereka tidak mau memelihara sapi yang menuntut  terlalu banyak.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan dan pengumpulan data yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa
o   jenis sapi yang dipelihara di  peternakan Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, adalah jenis sapi bali saja.
o   karena menurut peternak sapi bali mudah untuk mendapatkan bibitnya,  tidak membutuhkan pakan yang terlalu banyak, dan perawatannya tidak terlalu menuntut.
5.2. SARAN
Kedepannya kami harapkan saat praktikum maupun saat penulian laporan dosen pembimbing bisa lebih aktif  mendampingi mahasaiswa.
***
LAMPIRAN






****

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Ciri-ciri Sapi Bali dan Keunggulannya. http://www.habaloen.com/ Diakses 29 April 2018.
Blakely, J. & D. H. Blade. 1992. The Science of Animel Husbandry. Prentice-Hall Inc, New Jersey.
Hardjosubroto, W. & M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
Murtijdo, B.A. 1990. Seni Budaya Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Payne, W. J. A. & Rollinson D. H. L. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev.7:13-21.
 Sumadi, (1985) aDarmadja, (1980)bSutan, (1988)cPane, (1989))



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Populer

INDONESIA TANPA PACARAN, GERAKAN PEMERSATU AKTIVIS DAKWAH

- INDONESIA TANPA PACARAN, GERAKAN PEMERSATU AKTIVIS DAKWAH Gerakan #IndonesiaTanpaPacaran atau ITP adalah suatu gerakan di media social y...