LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PEMULIAAN TERNAK (Identifikasi Genetik Ternak) DI KELOMPOK TERNAK BINA INSAN DUSUN RANJOK BARU DESA RANJOK KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT
DISUSUN
OLEH:
AZIZ LINTANG GUMILAR
AZIZ LINTANG GUMILAR
(B1D018046)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2020
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2020
******
KATA PENGANTAR
Assalamulaikum wr..wb
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kita taufiq, hidayah,
karunia serta nikmat kesempatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum
Ilmu Pemuliaan Ternak
(Sapi) yang dilaksanakan selama satu minggu mulai tanggal 9
Maret s/d 15 Maret 2020 di Kelompok Ternak Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.
Laporan praktikum ini
berisi tentang kegiatan praktikum yang telah kami laksanakan. Penyusunan
laporan ini dilakukan untuk melengkapi tugas praktikum sebagai syarat kelulusan
dari Mata Kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak.
Ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. 1). Semua Dosen
pengajar Mata Kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak yang telah
membekali kami dengan ilmu pengetahuan Ilmu Pemuliaan Ternak, guna untuk
diterapkan dalam praktikum.
2. 2). Semua peternak yang ada di Kelompok
Ternak
Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa
Ranjok, Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat, yang telah memberikan
kami kesempatan untuk melaksanakan praktikum.
3. 3). Semua rekan-rekan yang telah membantu
pelaksanaan praktikum ini sampai selesai.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini mungkin ada kekeliruan atau kesalahan yang tidak sengaja kami lakukan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kosntruktif demi kesempurnaan dari laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini mungkin ada kekeliruan atau kesalahan yang tidak sengaja kami lakukan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kosntruktif demi kesempurnaan dari laporan ini.
***
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pemuliaan Ternak
merupakan salah satu pengetahuan yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana
ternak hidup dengan memperhatikan kualitas mutu genetik, caranya adalah dengan
seleksi dan sistem persilangan. Sifat yang diwariskan dari induk dan pejantan
kepada turunannya meliputi sifat kuantitatif dan kualitatif. Sifat kuantitatif
adalah sifat atau karakter pada individu yang dapat diukur dan ditimbang. Sifat
ini diexpresikan oleh banyak gen yang bersifat aditif dan pada penampilannya
banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa sifat yang diwariskan dari tetua
ke generasi anak antara lain, berat telur, indeks telur dan warna kulit telur.
Pengetahuan tentang
umur pada suatu peternakan sapi mempunyai arti penting, karena berhubungan
dengan biaya dan waktu hewan tersebut masih bisa dipelihara. Penafsiran umur
ini dapat dilihat menggunakan metode pengamatan pada pergantian dan keterasahan
gigi seri, wawancara dengan pemillik ternak, recording, mengamati saat jatuhnya
tali pusar, dan munculnya cincin tanduk serta melihat pertumbuhan bulu dan
tingkah lakunya.
Untuk menilai ternak
diantaranya harus mengenal bagian-bagian dari tubuh sapi serta
konformasi tubuh yang ideal. Ternak yang dinilai harus sehat dan baik sesuai
dengan jenis bangsanya, baik ukuran
tubuhnya, seluruh bagian tubuh harus berpadu dengan rata, harus feminin dan
tidak kasar. Dengan demikian, maka kita dapat menentukan perbandingan antara
kondisi sapi yang ideal dengan kondisi sapi yang akan kita nilai. Bagian-bagian
tubuh sapi yang mendekati kondisi ideal dapat menunjang produksi yang akan dihasilkannya.
1.2Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
untuk mengetahui genetika sapi-sapi yang ada di peternakan
tradisional khususnya di Kelompok Ternak Bina Insan, Dusun Ranjok Baru, Desa
Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.
1.3 KegunaanPraktikum
Agar mahasiswa dapatmengetahui genetika
sapi-sapi yang ada di peternakan tradisional tepatnya di Kelompok Ternak Bina Insan,
Dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.
BAB
II
LANDASAN TEORI
2.1 Sapi Bali
Dinamakan Sapi Bali karena memang
penyebaran populasi bangsa sapi ini terdapat di pulau bali. Sapi Bali (Bos
sondacius) adalah salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia, yang
merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) yang telah mengalami proses
domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM, sapi bali asli memiliki
karakteristik sama dengan banteng. Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese
Cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos Javanicus, meskipun sapi
bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos Taurus atau Bos indicus.
Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan Sapi Bali
diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos
(Payne dan Rollinson, 1973).
2.2
Klasifikasi Taksonomi Sapi Bali
Menurut Blakely dan Bade (1992),
Romans et al. (1994) sapi bali mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class : Mamalia
Sub
class : Theria
Infra
class : Eutheria
Ordo
: Artiodactyla
Sub
ordo : Ruminantia
Infra
ordo : Pecora
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos (cattle)
Group
: Taurinae
Spesies
: Bos sondacius
(banteng/sapi bali)
2.3 Ciri Sapi Bali
Menurut Murtijdo (1990), secara fisik,
sapi bali mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)
Warna bulu
pada badannya akan berubah sesuai usia dan jenis kelaminnya, sehingga termasuk
hewan dimorprhism-sex. Pada saat masih pedet, bulu badannya berwarna merah bata
sampai kemerahan, setelah dewasa sapi jantan akan berwarna lebih gelap bila
dibandingkan dengan sapi bali betina. Warna bulu sapi jantan biasanya berubah
dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam setelah sapi itu mencapai dewasa
kelamin sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun. Warna
hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata kembali apabila sapi
jantan itu dikebiri, yang disebabkan pengaruh hormon testosterone.
b)
Kaki di bawah
persendian telapak kaki depan (articulo carpo metacarpeae) dan persendian
telapak kaki belakang (articulation tarco metatarseae) berwarna putih. Kulit
berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam
kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Warna bulu putih
juga dijumpai padabibir atas/bawah, ujung ekor dan tepi daun telinga.
Kadang-kadang bulu putih terdapat di antara bulu yang coklat (bintik-bintik
putih) yang merupakan kekecualian atau penyimpangan yang ditemukan sekitar
kurang dari 1%. Bulu sapi bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan
mengkilap.
c)
Ukuran badan
berukuran sedang dan bentuk badan memanjang.
d)
Badan padat
dengan dada yang dalam.
e)
Tidak berpunuk
dan seolah-olah tidak bergelambir.
f)
Pada
tengah-tengah (median) punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis
(garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.
g)
Cermin hidung,
kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam.
h)
Tanduk pada
sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi
betina tumbuh ke bagian dalam.
2.4 Pola Warna Menyimpang pada Sapi Bali
Di sampingpolawarna yang
umumdanstandar, padasapibalijugaditemukanbeberapapolawarna yang
menyimpangsepertidikemukakanHardjosubrotodanAstuti (1993), yaitu:
a.
Sapi injin adalah sapi bali yang warna
bulu tubuhnya hitam sejak kecil, warna bulu telinga bagian dalam juga hitam,
pada yang jantan sekalipun dikebiri tidak terjadi perubahan warna.
b.
Sapi mores adalah sapi bali yang
semestinya pada bagian bawah tubuh berwarna putih tetapi ada warna hitam atau
merah pada bagian bawah tersebut.
c.
Sapi tutul adalah sapi bali yang
bertutul-tutul putih pada bagian tubuhnya.
d.
Sapi bang adalah sapi bali yang kaos
putih pada kakinya berwarna merah.
e.
Sapi panjut adalah sapi bali yang ujung
ekornya berwarna putih.
f.
Sapi cundang adalah sapi bali yang di
dahinya berwarna putih.
2.5 Keunggulan Sapi Bali
Kelebihan dan
Keunggulan sapi bali terlihat pada hidupnya yaitu tahan terhadap cuaca yang
panas dan mudah dikendalikan serta jinak. Ternak sapi bali masih bisa
hidup walaupun hanya dengan memakan rumput yang kurang bergizi, sapi bali juga
tidak terlalu selektif terhadap makanan, dan mempunyai daya cerna makanan serat
yang sangat baik. Kelebihan sapi bali yang sangat mencolok yaitu kemampuannya
dalam beradaptasi/hidup dengan baik meskipun pada keadaaan lingkungan dan juga
kondisi lingkungan yang kurang baik.
Sapi bali termasuk ternak sapi potong andalan
Indonesia. Sapi bali mempunyai persentase karkas yang tinggi dan lemaknya
sedikit, perbandingan daging dan tulangnya sangat rendah. Dilihat dari segi
produksi karkas, ternak sapi bali mempunyai persentase karkas yang sangat
tinggi dari pada ternak sapi lainnya. Untuk Persentase karkas sapi bali
berkisar 56 sampai 57%. (Habaloen.com,2017)
***
BAB
III
METODE
PENGAMATAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu Praktikum
Praktikum
Ilmu Pemuliaan Ternak ini dilaksanakan dari Hari Senin sampai Ahad tepatnya
dari tanggal 9 s/d 15 Maret 2020.
3.1.2 Tempat Praktikum
Praktikum
Ilmu Pemuliaan Ternak ini dilaksanakan di Kelompok
Ternak Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat.
3.2 Materi Praktikum
3.2.1 Alat Praktikum
Adapun
alat yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini
adalah :
1.
Pita Ukur
2.
Tongkat Ukur
3.
Alat tulis
4.
Koisioner
3.2.2 Bahan Praktikum
Adapun
bahan yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini
adalah :
1.
Peternak
2.
Kandang Ternak
3.
Ternak (sapi)
3.3 Metode praktikum
Adapun
metode yang di gunakan dalam praktikum pemuliaan dan ternak ini adalah :
1.Tahap I : Pengunjungan lokasi tempat praktikum sekaligus perkenalan
kepada peternak.
2.Tahap II : Wawancara terhadap peternak selaku responden sekaligus
pengamatan terhadap ternak yang
meliputi :sex,umur,panjang badan,tinggi badan,lingkar dada,kondisi
tubuh,kehalusan bulu,kondisi mata,pengukuran luas kandang,serta pengukuran
tempat makan dan minum.
3.Tahap III : Pengamatan umur ternak melalui
pengamatan berapa jumlah gigi seri yangtumbuh.
4.Tahap IV : Melakukan pengukuran dan perhitungan
pada ternak yang meliputi : tinggi pinggul dengan menggunakan tongkat ukur,
5.Tahap V : Melakukan pengamatan eksternal
diantaranya warna bulu, warna pantat dan
garis belut.
6.Tahap VI : Pemberian cindra mata kepada peternak
sebagai tanda ucapan terima kasih.
3.4 Variabel Yang Diamati
Adapun variabel yang di amati dalam
praktikum pemuliaan ternak ini adalah :
1.
Jenis kelamin ternak.
2.
Indukan Ternak.
3.
Keadaan ternak
(normal/abnormal)
4.
Tampilan ternak (warna
bulu, dll.)
5.
Lingkar Dada
6.
Tinggi Gumba
7.
Panjang Badan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Praktikum
4.1.1. Tabel Pengamatan (Tabel 1)
SAPI
|
SEX
|
ESTIMASI UMUR
|
WARNA
|
PANJANG BADAN (M)
|
LINGKAR DADA (M)
|
TINGGI BADAN (M)
|
ESTIMASI BERAT (Kg)
|
||
(Rumus Schoorl
Denmark)
|
(Rumus Winter
Eropa)
|
(Rumus Winter
Indonesia)
|
|||||||
1
|
Betina
|
I0
|
Merah Bata
|
1,54
|
0,96
|
1,13
|
139,24
|
132,6283057
|
131,2292479
|
2
|
Betina
|
I2
|
Merah Bata
|
1,62
|
1,03
|
1,2
|
156,25
|
160,606271
|
158,9120817
|
3
|
Betina
|
I3
|
Merah Bata
|
1,63
|
1,18
|
1,3
|
196
|
212,0921788
|
209,8548795
|
4
|
Betina
|
I2
|
Merah Bata
|
1,55
|
0,98
|
1,14
|
144
|
139,1095303
|
137,6421039
|
5
|
Betina
|
I3
|
Merah Bata
|
1,71
|
1,25
|
1,42
|
216,09
|
249,6831134
|
247,0492781
|
6
|
Betina
|
I3
|
Merah Bata
|
1,7
|
1,23
|
1,47
|
210,25
|
240,343388
|
237,8080748
|
7
|
Betina
|
I2
|
Merah Bata
|
1,66
|
1,2
|
1,32
|
201,64
|
223,3796544
|
221,0232868
|
8
|
Betina
|
I2
|
Merah Bata
|
1,65
|
1,2
|
1,42
|
201,64
|
222,0339939
|
219,6918212
|
9
|
Betina
|
I3
|
Merah Bata
|
1,75
|
1,3
|
1,53
|
231,04
|
276,3743842
|
273,4589904
|
10
|
Betina
|
I2
|
Merah Bata
|
1,58
|
0,98
|
1,16
|
144
|
141,8019728
|
140,3061446
|
11
|
Jantan
|
I0
|
Merah Bata
|
1,53
|
0,8
|
0,95
|
104,04
|
91,50491868
|
90,53965964
|
12
|
Jantan
|
I0
|
Merah Bata
|
1,58
|
1
|
1,17
|
148,84
|
147,648868
|
146,0913626
|
13
|
Betina
|
I2
|
Merah Bata
|
1,53
|
0,95
|
1,12
|
136,89
|
129,036233
|
127,6750669
|
14
|
Jantan
|
I0
|
Merah Bata
|
1,52
|
0,93
|
1,1
|
132,25
|
122,8520816
|
121,5561504
|
15
|
Jantan
|
I0
|
Merah Bata
|
1,53
|
0,8
|
0,95
|
104,04
|
91,50491868
|
90,53965964
|
Rata-rata
|
1,605333
|
1,052667
|
1,22533
|
164,414
|
172,0399875
|
170,2251872
|
4.1.2. Tabel Pengamatan Genetis (Tabel 2)
No
|
Sapi Bali
|
|
Sapi Hasil
Persilangan
|
||||||||||||||
Jantan
|
Betina
|
|
Jantan
|
Betina
|
|||||||||||||
I0
|
12
|
I0
|
12
|
13
|
I1
|
12
|
I1
|
12
|
|||||||||
n
|
an
|
n
|
an
|
n
|
an
|
n
|
an
|
|
jntn
|
war
|
jntn
|
war
|
jntn
|
war
|
jntn
|
war
|
|
1
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
|
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
13
|
|
|
|
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
14
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15
|
+
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan
:
|
|
n
|
: Normal (sesuai warna sapi
bali = merah bata)
|
an
|
: abnormal (tidak sesuai
warna sapi bali = merah bata)
|
War
|
: warna
|
I0,I1,I2...
|
: Estimasi usia ternak
|
jntn
|
: jenis pejantan
|
4.2
PEMBAHASAN
Berdasarkan
pengamatan kami di peternakan Bina Insan
dusun Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok
Barat, diketahui bahwa sapi berjumlah 15 ekor, dimana 11 ekor berkelamin jantan
dan 4 ekor berkelamin betina.
Dari
pemangamatan tersebut juga dketahui bahwa, jenis sapi yang dipelihara di
peternakan peternakan Bina Insan dusun
Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, adalah
hanya jenis sapi bali saja. Karena tidak kami temukan keadaan genetis yang
berbeda (dari sapi bali) pada semua ternak yang ada.
Warna
yang kami dapati dari semua sapi hampir semuanya sama, yakni merah bata, dengan
kaki berwarna putih seperti kaos kaki. Dari segi bobot badan pun tidak ada yang
benar-benar mencolok, semuanya masih dalam standar bobot badan sapi bali.
Tabel Rataan
persentase Kelahiran, Kematian dan calf crop Beberapa Sapi
Potong di Indonesia (Tabel 3)
Bangsa
|
Kelahiran
|
Kematian
|
Calf
crop
|
Brahman
Brahman cross
Ongole
Lokal cross
Bali
|
50,71
47,76
51,04
62,47
52,15a
|
10,35
5,58
4,13
1,62
2,64b
|
48,80
45,87
48,53
62,02
51,40c
|
(Sumber : Sumadi, (1985) aDarmadja,
(1980)bSutan, (1988)cPane, (1989))
Trikesowo et al. (1993)
menyatakan bahwa yang termasuk dalam komponen produktivitas sapi potong adalah
jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), perbandingan
anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot
potong dan pertambahan bobot badan.
Berdasarkan Tabel 2.4.1. dapat dilihat
bahwa sapi bali memperlihatkan persentase kelahiran (52,15%) lebih tinggi di
banding dengan sapi Brahman (50,71%), Brahman cross (47,76%) dan sapi Ongole
(51,04%) kecuali Lokal cross (Lx) (62,47%), demikian pula calf crop sapi
bali (51,40%) lebih tinggi dibanding sapi Brahman (48,80%), Brahman cross
(45,87%) dan sapi Ongole (48,53%) kecuali Lokal cross sebesar (62,02%) serta
persentase kematian yang rendah. Hal tersebut dapat memberi gambaran bahwa
produktivitas sapi bali sebagai sapi asli Indonesia masih tinggi, namun jika
dibandingkan dengan sapi asal Australia masih tergolong rendah yakni calf
crop-nya dapat mencapai 85 % (Trikesowo et al., 1993).
Secara
teoritis memang memlihara sapi bali tanpa cros memang tidak lah terlalu
menguntungkan untuk peternak, namun berdasarkan wawancara dengan peternak
dilapangan (di peternakan Bina Insan dusun
Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat),
peternak beralasan mereka hanya memelihara sapi bali tanpa cros (persilangan) karena
menurut mereka sapi bali mudah untuk mendapatkan bibitnya, tidak membutuhkan pakan yang terlalu banyak,
dan perawatannya tidak terlalu menuntut.
Para
peternak di peternakan Bina Insan dusun
Ranjok Baru, Desa Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat,
beralasan seperti itu memang bisa dimaklumi karena hampir semua peternak disana
beternak hanya sebagai pekerjaan sampingan, sehingga mereka tidak mau
memelihara sapi yang menuntut terlalu
banyak.
BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan dan pengumpulan data yang
telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa
o
jenis
sapi yang dipelihara di peternakan
Bina Insan dusun Ranjok Baru, Desa
Ranjok, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, adalah jenis sapi bali
saja.
o
karena menurut peternak
sapi bali mudah untuk mendapatkan bibitnya,
tidak membutuhkan pakan yang terlalu banyak, dan perawatannya tidak
terlalu menuntut.
5.2. SARAN
Kedepannya kami harapkan saat praktikum
maupun saat penulian laporan dosen pembimbing bisa lebih aktif mendampingi mahasaiswa.
***
LAMPIRAN
****
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2017. Ciri-ciri Sapi Bali dan
Keunggulannya. http://www.habaloen.com/
Diakses 29 April 2018.
Blakely,
J. & D. H. Blade. 1992. The Science
of Animel Husbandry. Prentice-Hall Inc, New Jersey.
Hardjosubroto,
W. & M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Direktorat Jendral
Peternakan. Jakarta.
Murtijdo,
B.A. 1990. Seni Budaya Sapi Potong. Kanisius.
Yogyakarta.
Payne, W. J. A. & Rollinson D. H. L.
1973. Bali Cattle. World Anim.
Rev.7:13-21.
Sumadi, (1985) aDarmadja, (1980)bSutan,
(1988)cPane, (1989))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar