(foto hanya pemanis. ini foto saya ambil di sawah dekat rumah) |
Bagaimana tidak, bagi
para petani tembakau, tembakau udah lebih dari anak sendiri. Perawatan tetek-bengeknya dari pra-tanam sampai
bisa terjual oleh petani sangatlah melelahkan. Dibanding dengan kita nanam
padi, menanam tembakau bisa dibilang dua kali lebih ribet.
Mulai dari persiapan
bibit, menyiapkan tanah sawah (dengan segala macam-macamnya), menabur jerami,
penaman, dan seterusnya, dan seterusnya.
Tapi, bagi petani,
menanam tembakau seolah udah jadi rutinitas tahunan, yang sulit ditinggalkan,
ya,,, namanya juga udah masuk lingkaran setan.
Komuditas
Pertanian Paling Mahal
Gimana petani nggak tergoda, wong dibanding
komuditas-komoditas pertanian lainnya, tembakau masih jadi yang paling mahal,
walau perawatannya yang paling ribet, tapi mau gimana lagi?, jika musim kemarau
sudah melanda, dan ketersediaan air terbatas, ya terpaksa harus nanem tembakau.
Kalo mau nanam padi butuh banyak air, mau nanam jagung atau kacang tanah? Harganya
murah banget. Ya terpaksa deh nanam tembakau.
Walaupun tembakau bagi
sebagian orang dianggap sebagai tanaman pembuat mala petaka karena merupakan
bahan dasar rokok, tapi bagi para petani, tembakau adalah penyambung hidup, boda
amat dah sama dampak rokok, “kan kita
cuman jual tembakaunya, bukan rokoknya?”. Celetuk bapak Jono, seorang
petani tembakau di kampung ‘Wakanda’. Hehe
Barang
Dagangan yang Paling Laris
Bagi para pedagang,
rokok adalah barang dagangan yang paling lancar sirkulasi perputaran uangnya,
kita nggak usah ambil contoh jauh-jauh deh. Di toko Ibu saya, omset rokok bisa
dibilang jadi yang tertinggi setelah beras. Beda-beda tipis lah. Walaupun begitu,
perputaran uang dirokok jauh lebih cepat. Kalo umpama beras satu ton dengan
harga 9 juta, bisa habis laku berminggu-minggu. Tapi kalo rokok dengan harga
yang sama, bisa habis kurang dari seminggu, maksimal seminggu udah beli lagi
dah, kalo cuman 9 juta.
Walau margin
keuntungannya bisa dibilang kecil, tapi saya jamin deh, kalo masalah laris dipasar
jangan ditanya. Ambyar..
Makanya, kalo saya
tanya “kenapa ibu selalu marah kalo liat bapak ngerkok, tapi tetep aja jualan
rokok?”, ibu saya nggak pernah ngasih jawaban yang memuaskan, selalu jawabannya
diplomatis. Walau hati kecilnya bilang benci sama rokok, tapi logika berkata malah
sebaliknya.
Rokok
Jadi Pengeluaran Terbesar Keluarga
BTW dalam keluarga
saya, tema rokok ini sering kali jadi pembahasan yang selalu menarik dan panas.
Walau saya bukan seorang perokok, dan satu-satunya perokok di keluarga kami
adalah Bapak, tapi beliau selalu bisa memberi pembelaan kalo lagi dimarahin
sama Ibu.
Yang menarik, kalo
membahas rokok di lingkup rumah tangga/keluarga, ibu saya seolah bisa jadi
orang yang berubah 180 derajat, jika dibanding dengan pembahasan rokok sebagai
komoditas dagngan. Gimana nggak, Bapak saya adalah seorang perokok aktif dari
dulu, sehari bisa habisin satu bungkus rokok Dunhil putih yang sekarang harga
26 ribu. Jika dibanding dengan harga beras yang 10 ribu perkilo, tentu ini udah
2,5 kali lipat lebih.
Ini baru dikeluarga
saya aja lho ya, yang perokoknya cuman satu orang, belum lagi kalo misal
perokok aktif di satu keluarga bisa dua, tiga atau lebih. Kan bisa ambyar..
Jadi sebagai Ibu rumah
tangga yang baik, nggak salah kalo Ibu saya benci sekali sama rokok. Menarik kan?.
Ibu saya jadi orang berkeperibadian ganda kalo lagi bahas rokok.
Perusahan
Rokok Membantu Perekonomian Negara
Ini nih, pembahasan
yang paling saya suka. Jika dibanding dengan perusahaan-perusahaan lainnya, perusahaan
rokok adalah penyumbang pajak terbesar bagi negara, gimana nggak, mereka kan
pajaknya nggak kayak perusahan lain, pakek cukai bro. Bukan kaleng-kaleng.
Selain itu, tentunya
tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan rokok sangat banyak, perputaran
ekonomi makro maupun mikro komoditas rokok ini sangat besar. Kalo rokok ini
digoyang, bisa goyang ekonomi bangsa ini, hehehe.... (lu kira goyang tiktok).
Belum lagi kontribusi
informal pabrik rokok sama kegiatan sosial, Djarum aja nih ya,, kalo nggak
campur tangan di ‘perbulu tangkisan indonesia’
mungkin bulu tangkis indonesia nggak semaju sekarang. (kita anggap maju lah
ya,, dibanding sama sepak bola). Ini cuman bulu tangkis aja ya, belum yang
lain-lain.
Dampak
Rokok Bagi Kesehatan
Kalo bahas yang ini,
kayaknya udah ngebosenin lah ya?, boring tau. Mulai dari menteri kesehatan,
dokter, perawat, sampe ibu-ibu rumah tangga yang suaminya perokok udah
berbusa-busa ngomongin masalah ini, kita nggak perlu bahas lah ya, tinggal baca
sendiri di kemasan rokoknya.
Tapi bagi para perokok,
boda amat dah, “ngerokok mati, nggak
ngerokok mati, lebih baik ngerokok sampai mati”. Kayak gitu tuh, kata-kata yang familiar kita denger
dari para perokok,
“kalo kita nggak beli
rokok, ntar karyawan perusahaan rokok jadi pengangguran, mau luh nanggung biaya
hidupnya?, mau luh nyariin dia kerja?, wong sekarang cari kerja aja susahnya
setengah mati, jangan nambah-nambah masalah deh lu!”.
“kalo kita nggak beli
rokok, berapa distributor yang gulung tikar, pedagang-pedagang kecil gimana?,
lu mau nanggung hidup mereka?”
“Para petani tembakau
gimana?, asal lu tau, mayoritas penduduk indonesia itu berprofesi sebagai
petani, dan sebagian diantaranya adalah petani tembakau, katanya mau bela
petani, malah kalo lu suruh kita berhenti merokok, yang ada lu membuat mereka
rugi!”.
“masalah kesehatan?. Bodo
amat lah, kan kita juga udah bayar pajak. Di 2019 aja pajak rokok sampai 88,9 T,
itu baru pajaknya aja loh ya, belum yang lain-lain. Jadi nggak usah sok suci
deh lo, sok-sok peduli sama kesehatan gue, tubuh, tubuh gue”. Kan kalo udah
kayak gini ambyar.
Lingkaran
Setan
Namanya juga lingkaran
setan, nggak bakal ada ujungnya. Bisa aja kita bilang “suruh petani tanam
komoditas lain aja, suruh pekerja di pabrik rokok kerja yang lain aja, suruh
penjual rokok, jual barang yang lain aja”. Nggak semudah itu ferguso !!!.
Kalo bisa kayak gitu
mah, pasti udah dilakuin dari dulu sama pemerintah, atau gimana kalo kita suruh
ganti tembakau pakai ganja aja, kan katanya ganja lebih sehat dari tembakau. (Ini
cuman becanda lho ya, janagan dilaporin ke BNN).
Masalah ‘per-rokok-an indonesia’ nggak semudah move on saat ditinggal pas lagi sayang-sayangnya bro.. (walau nggak
mudah sih). Tapi, masih lebih rumit masalah rokok ini bro. Antar variabel, udah
saling berkaitan erat satu sama lain, dan nggak bisa dipisahain, kayak lu sama
doi, iyya, lu. Hehe
Jadi, solusinya
adalah.... eh,, kok saya bahas solusi sih, itu kan bukan urusan saya, saya juga
bukan siapa-siapa. Belum tentu juga solusi dari saya ini bener. Wkwkwk.
Ambyar.. !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar